HARI PUISI SEDUNIA: SAYA TAK PEDULI

150bhs5084489-picsay

“Pada #haripuisisedunia ini, mari kita rayakan dengan sebuah permenungan kecil: apakah yang kita tulis selama ini sudah berbuah manis kebaikan atau belum?”— Agoy Tama

Bangkali saya adalah salah satu manusia yang tak begitu peduli dengan hari-hari “perayaan” sesuatu yang berskala international. Seperti tanggal 14 Februari yang katanya digelari sebagai World Valentine Day atau Hari Kasih Sayang Sedunia; atau seperti kemarin yang diperingati sebagai International Day of Happiness atau Hari Kebahagiaan Internasional, dan hari-hari lainnya. Saya tak peduli itu.

Bagi saya, semua hari itu sama. Hanya saja, bagaimana cara kita menyikapi hari-hari itu yang berbeda. Tentu kita berharap agar senantiasa hari-hari itu berkesan dan bernilai kebaikan serta tak berlalu sia-sia begitu saja.

Maka, barangkali tulisan ini adalah bagian dari ikhtiar saya untuk merenungi beberapa hal tentang jejak-jejak waktu yang telah saya buat; dengan karya yang tercatat dalam lembar yang tersurat.

Berkali-kali saya berupaya menghisab diri saya sendiri. Apakah gagasan yang saya “puisikan” lebih banyak manfaat, atau justru lebih banyak mudharat?

Sejauh mana karya saya telah berkelana menuju pikiran-pikiran pembaca. Sejauh apa gagasan-pemikiran itu jauh lebih baik mengubah mereka? Lantas, apa yang sudah saya kontribusikan untuk bangsa dan agama?

Ah, pertanyaan-pertanyaan itu bergelantungan di kepala. Saya mencari-cari jawab yang “kira-kira” tepat dan lekat dalam benak semua orang; hingga jawaban itu tak terbantahkan. Saya malu, menjadi seorang pekarya namun menghasilkan karya yang “ala kadarnya”, tak mampu membaikkan apapun—termasuk diri saya sendiri.

Namun, hari ini, tepat 21 Maret 2018, mungkin adalah Hari Raya bagi para penyair di seluruh dunia. Maka, sejatinya saya tak pantas merayakannya. Sebab, saya mungkin bukan bagian dari mereka. Namun, saya sebagai seorang yang terus berusaha “memperpanjang” usia dengan karya, patut kiranya merayakannya dengan cara saya sendiri.

Sebuah permenungan kecil yang moga esok hari bisa menjadi semacam pelecut diri untuk semakin semangat dan giat dalam menghasilkan karya-karya yang baik, membaikkan, dan menuntun pada kebaikan-kebaikan.

Mari berkarya!

Bila mungkin tak banyak amal ibadah yang bisa kita lakukan di dunia, setidaknya kita tidak meninggalkan jejak-jejak keburukan; melainkan jejak-jejak kebaikan yang mampu membaikkan, dan menuntun orang-orang pada kebaikan di hari-hari depan.

Agoy Tama
21/03/2018

#haripuisisedunia #agoytama #agoytamaquotes

Diterbitkan oleh

agoytama

Author. Designer. Founder @ruangrasa.

2 tanggapan untuk “HARI PUISI SEDUNIA: SAYA TAK PEDULI”

  1. Saya sarankan baca penjelasan kenapa UNESCO menetapkan hari puisi sejagad (World Poetry Day) itu. Dari situ baru bersikap: setuju, atau tak peduli. Tampaknya Anda belum membaca itu. Mungkin saya salah.

    Suka

    1. Wah, dikomentari sastrawan keren, sebuah kehormatan bagi saya.

      Maaf, mas bila tulisan saya terkesan gegabah. Sebenarnya esensi dari tulisan saya itu bukan soal setuju atau tidaknya dengan penetapan Hari Puisi Sejagad. Tetapi, lebih mengarah pada permenungan atau semacam evaluasi diri; soal karya-karya yang telah ditelurkan selama ini. Apakah karya-karya itu telah memberikan dampak positif, khususnya untuk diri saya sendiri; atau malah sebaliknya, sia-sia tak berdampak apa-apa. Karena bagi saya, karya adalah investasi terbaik untuk akhirat saya nanti. Sebagaimana keyakinan saya dalam beribadah. Soal judul, sengaja saya buat agar menarik pembaca.

      Sekian, maafkan junior yang masih terus belajar ini, mas. Mohon bimbingannya.

      Suka

Tinggalkan komentar