: Mengulang tahun yang tak terulang
Waktu begitu cepat melesat. Membabat segala halang-rintang juga mimpi-mimpi yang sempat berkelebat. Belum sempat seluruh doa yang dirapal tengah malam juga dilangitkan lewat sujud, mewujud. Belum tuntas segala tugas terlaksana sebagaimana rencana. Ah, tak mengapa. Mungkin sebegitu saja upaya yang bisa diperjuangkan. Semoga masih ada sudut-sudut waktu yang lain untuk menuntaskan segala tugas yang telah digagas dalam rencana.
Selalu saja aku harus mengatakan bahwa April selalu mampu membuatku tenggelam, merenung dalam, dan kembali mengenang. Tentang awal sebuah perjalanan rasa anak manusia biasa yang terlahir sederhana di pinggiran desa. Perihal anak manusia biasa yang menempah dirinya dan berharap kelak ada hari depan yang lebih menjanjikan daripada kehidupan sebelumnya. Dan kini, anak itu harus berjuang pada titik yang tak pernah ia kira di hari yang lalu.
Takdir membawanya ke kota. Menyaksikan ruang yang jauh berbeda dengan ruang yang ia diami sebelumnya. Sampai akhirnya, kini ia harus berjuang lewat cerita yang ia tulis-bagikan ke sebanyak mungkin orang. Berharap segala amalnya, mampu menyelamatkannya kelak tatkala jasadnya terbujur dan terkubur kaku dalam gundukan tanah.
Dia adalah aku sendiri, yang menuliskan semua ini. Semoga menjadi koreksi diri, cermin pribadi, atau sebuah muhasabah untuk berbenah menjadi sosok manusia yang lebih baik daripada hari-hari sebelumnya.
.
Sepuluh April adalah tanda pertama kali aku menyenandungkan nada itu. Barangkali sebuah nada yang mampu membuat haru suasana hati kedua orangtuaku. Tangisku pecah. Begitu pula dengan airmata kedua orangtuaku yang membasahi pipinya. Ada bahagia di sana. Ada harapan yang terbit di hati keduanya. Mungkin mereka berharap tangis itu kelak yang akan mengantarkan mereka ke syurga-Nya. Mungkin manusia kecil itu kelak yang akan membesarkan kedudukannya di sisi-Nya. Mungkin. Semoga.
Dan angka 23 pada tahun ini berhasil membuatku malu sejadi-jadinya. Bukan karena proses dan penyelesaian tugas yang belum tuntas. Tetapi, karena pencapaian di angka 22 pada tahun yang lalu tak begitu memuaskan. Ada banyak kesalahan. Ada banyak kekhilafan. Ada banyak kelalaian. Dan ada banyak luka yang harus disembuhkan.
Barangkali, di angka 23 pada tahun ini, aku tak akan banyak membuat tugas baru untuk dikerjakan. Aku akan lebih memilih untuk menuntaskan tugas di angka 22 pada tahun lalu. Mungkin akan ada beberapa evaluasi dari tugas yang sebenarnya adalah mimpi-mimpi yang dipancangkan di awal angka baru; untuk selanjutnya diupayakan tercapai hingga angka baru itu memperbaharui dirinya kembali—dengan angka berikutnya.
Di angka 22 pada tahun yang lalu, aku memancangkan 5 mimpi. Mungkin akan kusebutkan satu-satu dengan sekaligus evaluasi dan pancangan mimpi-mimpi pada tahun ini. Berikut pancangan mimpi-mimpi itu:
1. Menjadi baik dan bermanfaat bagi sebanyak mungkin orang.
Aku terus berproses untuk menjadi sosok yang lebih baik lagi dan bermanfaat bagi sebanyak mungkin orang; dengan menimba ilmu, berbagi, bercerita, dan mengajak siapa saja pada kebaikan-kebaikan yang aku terima. Tahun ini aku akan terus mengejar itu.
2. Membahagiakan bapak dan ibu.
Kasih sayang mereka begitu besar. Semua apa yang sedang dan akan kuperjuangkan, selalu saja mereka dukung dengan sekuat dan semampu mereka. Padahal, mungkin, bagi orang lain itu tak mungkin. Tetapi, mereka selalu saja menguatkan. Lewat tangan mereka, kaki-kaki yang mulai ringkih, curahan pikiran mereka, dan doa-doa yang terus menerus mereka langitkan demi kesuksesan anaknya. Dan aku akan terus berupaya membahagiakan kalian. Sampai kapanpun!
3. Selesai studi.
Dan ternyata, studiku belum selesai juga di angka 22 pada tahun yang lalu. Maka, semoga di angka 23 pada tahun ini, seluruhnya tuntas, lekas selesai, dan aku dapat melanjutkan perjuangan untuk jenjang berikutnya.
4. Punya bisnis yang bisa mencukupi kebutuhan studi, hidup di tanah rantau, dan kebutuhan lainnya.
Alhamdulillah, ada satu bisnis yang sedang kurintis. Dan sebagian fokusku terbagi untuk bisnis ini. In syaa Allah inilah bagian dari ikhtiarku untuk menjadi lelaki yang siap, pantas, dan layak menjadi seorang imam bagi siapapun kelak yang akan menjadi pendampingku. Meskipun belum bisa dikatakan cukup untuk memenuhi semua kebutuhan itu. Tetapi, semua sedang kuperjuangkan. Mudah-mudahan tahun ini, bisnis ini menjadi besar dan mampu mencukupi semua kebutuhan itu.
5. Menggenap bersamamu.
Sebuah rapalan doa terakhir ini adalah tentang kamu dan aku yang telah siap, layak, dan pantas menggenap. Tetapi, di April ini aku masih ganjil dan menggigil sendiri. Aku berprasangka baik, mungkin belum waktunya Allah mempersatukan. Belum saatnya Allah menggenapkan. Semoga sebelum angka 23 berganti menjadi 24, aku telah menggenap bersamamu, siapapun kau. Mari, menyiapkan semua, melayakkan diri, dan memantaskan posisi. Aku percaya, semua akan indah pada waktunya.
Selain pancangan mimpi-mimpi itu, ada mimpi-mimpi lain yang tak tertulis. Sebelum menggenap, aku ingin menuntaskan 3 buku yang terbit secara cetak dan tersebar sampai ke pembaca. Artinya, di angka 23 pada tahun ini, aku harus menuntaskan 1 buku saja untuk menujumu. Ini hanya soal target. Tak perlu khawatir. Bila kau datang sebelum itu, aku akan tetap menyambutmu. Tenang saja.
Dan mungkin satu lagi evaluasi diri yang harus aku tuliskan. Aku ingin di angka 23 pada tahun ini, menjadi lebih bijak dan dewasa. Mungkin mulai dari membenahi konten atau bahasan tulisan di media apapun yang sedang aku garap. Semoga mampu!
Begitulah evaluasi dan pancangan mimpi-mimpi juga target di angka 23 ini. Semoga terlaksana, tercapai, dan terwujud nyata. Aamiin!
Agoy Tama, 10/04/2018