KEMBALI GANJIL DI ANGKA 23

: Mengulang tahun yang tak terulang

Waktu begitu cepat melesat. Membabat segala halang-rintang juga mimpi-mimpi yang sempat berkelebat. Belum sempat seluruh doa yang dirapal tengah malam juga dilangitkan lewat sujud, mewujud. Belum tuntas segala tugas terlaksana sebagaimana rencana. Ah, tak mengapa. Mungkin sebegitu saja upaya yang bisa diperjuangkan. Semoga masih ada sudut-sudut waktu yang lain untuk menuntaskan segala tugas yang telah digagas dalam rencana.

Selalu saja aku harus mengatakan bahwa April selalu mampu membuatku tenggelam, merenung dalam, dan kembali mengenang. Tentang awal sebuah perjalanan rasa anak manusia biasa yang terlahir sederhana di pinggiran desa. Perihal anak manusia biasa yang menempah dirinya dan berharap kelak ada hari depan yang lebih menjanjikan daripada kehidupan sebelumnya. Dan kini, anak itu harus berjuang pada titik yang tak pernah ia kira di hari yang lalu.

Takdir membawanya ke kota. Menyaksikan ruang yang jauh berbeda dengan ruang yang ia diami sebelumnya. Sampai akhirnya, kini ia harus berjuang lewat cerita yang ia tulis-bagikan ke sebanyak mungkin orang. Berharap segala amalnya, mampu menyelamatkannya kelak tatkala jasadnya terbujur dan terkubur kaku dalam gundukan tanah.

Dia adalah aku sendiri, yang menuliskan semua ini. Semoga menjadi koreksi diri, cermin pribadi, atau sebuah muhasabah untuk berbenah menjadi sosok manusia yang lebih baik daripada hari-hari sebelumnya.
.
Sepuluh April adalah tanda pertama kali aku menyenandungkan nada itu. Barangkali sebuah nada yang mampu membuat haru suasana hati kedua orangtuaku. Tangisku pecah. Begitu pula dengan airmata kedua orangtuaku yang membasahi pipinya. Ada bahagia di sana. Ada harapan yang terbit di hati keduanya. Mungkin mereka berharap tangis itu kelak yang akan mengantarkan mereka ke syurga-Nya. Mungkin manusia kecil itu kelak yang akan membesarkan kedudukannya di sisi-Nya. Mungkin. Semoga.

Dan angka 23 pada tahun ini berhasil membuatku malu sejadi-jadinya. Bukan karena proses dan penyelesaian tugas yang belum tuntas. Tetapi, karena pencapaian di angka 22 pada tahun yang lalu tak begitu memuaskan. Ada banyak kesalahan. Ada banyak kekhilafan. Ada banyak kelalaian. Dan ada banyak luka yang harus disembuhkan.

Barangkali, di angka 23 pada tahun ini, aku tak akan banyak membuat tugas baru untuk dikerjakan. Aku akan lebih memilih untuk menuntaskan tugas di angka 22 pada tahun lalu. Mungkin akan ada beberapa evaluasi dari tugas yang sebenarnya adalah mimpi-mimpi yang dipancangkan di awal angka baru; untuk selanjutnya diupayakan tercapai hingga angka baru itu memperbaharui dirinya kembali—dengan angka berikutnya.

Di angka 22 pada tahun yang lalu, aku memancangkan 5 mimpi. Mungkin akan kusebutkan satu-satu dengan sekaligus evaluasi dan pancangan mimpi-mimpi pada tahun ini. Berikut pancangan mimpi-mimpi itu:

1. Menjadi baik dan bermanfaat bagi sebanyak mungkin orang.

Aku terus berproses untuk menjadi sosok yang lebih baik lagi dan bermanfaat bagi sebanyak mungkin orang; dengan menimba ilmu, berbagi, bercerita, dan mengajak siapa saja pada kebaikan-kebaikan yang aku terima. Tahun ini aku akan terus mengejar itu.

2. Membahagiakan bapak dan ibu.

Kasih sayang mereka begitu besar. Semua apa yang sedang dan akan kuperjuangkan, selalu saja mereka dukung dengan sekuat dan semampu mereka. Padahal, mungkin, bagi orang lain itu tak mungkin. Tetapi, mereka selalu saja menguatkan. Lewat tangan mereka, kaki-kaki yang mulai ringkih, curahan pikiran mereka, dan doa-doa yang terus menerus mereka langitkan demi kesuksesan anaknya. Dan aku akan terus berupaya membahagiakan kalian. Sampai kapanpun!

3. Selesai studi.

Dan ternyata, studiku belum selesai juga di angka 22 pada tahun yang lalu. Maka, semoga di angka 23 pada tahun ini, seluruhnya tuntas, lekas selesai, dan aku dapat melanjutkan perjuangan untuk jenjang berikutnya.

4. Punya bisnis yang bisa mencukupi kebutuhan studi, hidup di tanah rantau, dan kebutuhan lainnya.

Alhamdulillah, ada satu bisnis yang sedang kurintis. Dan sebagian fokusku terbagi untuk bisnis ini. In syaa Allah inilah bagian dari ikhtiarku untuk menjadi lelaki yang siap, pantas, dan layak menjadi seorang imam bagi siapapun kelak yang akan menjadi pendampingku. Meskipun belum bisa dikatakan cukup untuk memenuhi semua kebutuhan itu. Tetapi, semua sedang kuperjuangkan. Mudah-mudahan tahun ini, bisnis ini menjadi besar dan mampu mencukupi semua kebutuhan itu.

5. Menggenap bersamamu.

Sebuah rapalan doa terakhir ini adalah tentang kamu dan aku yang telah siap, layak, dan pantas menggenap. Tetapi, di April ini aku masih ganjil dan menggigil sendiri. Aku berprasangka baik, mungkin belum waktunya Allah mempersatukan. Belum saatnya Allah menggenapkan. Semoga sebelum angka 23 berganti menjadi 24, aku telah menggenap bersamamu, siapapun kau. Mari, menyiapkan semua, melayakkan diri, dan memantaskan posisi. Aku percaya, semua akan indah pada waktunya.

Selain pancangan mimpi-mimpi itu, ada mimpi-mimpi lain yang tak tertulis. Sebelum menggenap, aku ingin menuntaskan 3 buku yang terbit secara cetak dan tersebar sampai ke pembaca. Artinya, di angka 23 pada tahun ini, aku harus menuntaskan 1 buku saja untuk menujumu. Ini hanya soal target. Tak perlu khawatir. Bila kau datang sebelum itu, aku akan tetap menyambutmu. Tenang saja.

Dan mungkin satu lagi evaluasi diri yang harus aku tuliskan. Aku ingin di angka 23 pada tahun ini, menjadi lebih bijak dan dewasa. Mungkin mulai dari membenahi konten atau bahasan tulisan di media apapun yang sedang aku garap. Semoga mampu!

Begitulah evaluasi dan pancangan mimpi-mimpi juga target di angka 23 ini. Semoga terlaksana, tercapai, dan terwujud nyata. Aamiin!

Agoy Tama, 10/04/2018

PUISI BU-SUK HARI INI

busuk

PUISI BU SUK HARI INI

—Buat Ibu Konde, Bu Sukmawati Soekarnoputri

Puisi Bu-Suk hari ini mendarat keras di telingaku. Pekak rasanya mendengar karanganmu. Sengak baunya menyengat indra penciumanku. Dan pedih mataku terciprat bait-bait nista rekaanmu. Ah, kau tahu apa?

“Aku tak tahu syariat Islam // yang kutahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indah,” penggal puisimu seolah memenggal kepalaku.

Aku tak tahu, seindah apa sari konde ibu Indonesia di matamu; sampai-sampai kau bandingkan dengan aturan terindah dari Tuhan Semesta yang menciptakanmu. Aku tak tahu, secantik apa sari konde ibu Indonesia di pandangmu; hingga-hingga kau lecehkan syariat-Nya di hadapan jutaan pasang mata yang memandangmu. Sungguh, aku tak tahu, sesuci apa gerai tekuk rambut Ibu Indonesia di batinmu; sampai-sampai kau tega hinakan kain hijab kami, sementara kau sanjung aurat diri tinggi-tinggi. Ah, kau tahu apa?

“Aku tak tahu syariat Islam // yang kutahu suara kidung Ibu Indonesia, sangatlah elok // lebih merdu dari alunan azanmu,” potongan puisimu seakan memotong telingaku.

Aku tak tahu, semerdu apa kidung ibu Indonesia di telingamu; sampai-sampai kau bandingkan dengan suara adzan yang tersemat nama Tuhan yang Maha Indah dan Maha Tahu Segala Sesuatu. Aku tak tahu, semurni apa gemulai gerak tari ibu Indonesia di hatimu; hingga-hingga kau nilai ibadah, dan irama zikir puja Ilahi kau nilai sama dengannya.

Sungguh, aku tak tahu; yang kutahu sudah sejak dahulu kala riwayat bangsa beradab. Bertaruh jiwa raga dijunjung syariat. Melantangkan takbir di medan juang demi ibu Indonesia tersenyum merdeka.

Kini, aku tak habis pikir. Di mata Indonesia—atau oknum sepertimu saja: syariat, dijerat; hijab, dicap budaya Arab; cadar dan gamis, dilarang dan digelari teroris. Ah, bilang saja kalau kau benar-benar memusuhi Islam-Nya!

“Selamat datang di duniaku, bumi Ibu Indonesia.” Sambutmu sebelum menutup mulut di panggung malam itu.

Agoy Tama, 03/04/2018

10 APRIL: (MENG)ULANG TAHUN

Aku curiga bahwa barangkali hidup ini hanyalah perputaran yang diulang-ulang. Tiap detik waktu, menit, jam, hari, pekan, bulan, tahun, dan seterusnya; pada saatnya ia akan kembali pada detik itu juga. Terus berputar dan berulang-ulang.

Sepertinya baru kemarin hari senin, sekarang sudah senin lagi; April tahun kemarin rasanya masih hangat betul; aku menangisi keadaanku yang semakin tua tetapi masih tetap tak punya karya, tetap sepi sendiri, tetap tak mampu membiayai hidup sendiri, tetap tak mampu membahagiakan orang tua di rumah, dan masih tetap begitu. Kini, waktu bergulir begitu cepat, 10 April selalu berhasil membuatku merasa semakin tua; menuju keriput dan renta.

Apakah aku kini masih tetap seperti tahun kemarin di sudut waktu yang sama?

Ya, aku tetap. Aku tetap sendiri. Aku tetap tak mampu hidup mandiri. Aku tetap tak punya karya. Aku tetap merasa belum cukup membuat orang tua di rumah bahagia menikmat hidup. Aku masih tetap seperti tahun kemarin, di waktu yang sama.

Namun, perihal mimpi bagiku tak selalu tetap. Semakin hari mimpiku semakin menumpuk-tinggi; semakin tua semakin menjadi. Kini, begitu banyak mimpi-mimpi bertimbun yang harus kukejari hingga tercapai-terwujud dan ada dalam genggaman.

Jika boleh aku merapal doa di 10 April 2017 ini, aku akan bermunajat dengan hangat dan khusyuk-lekat. Beberapa komitmen juga ingin kusampaikan dan aku ingin seluruhnya terlaksana di tahun ini:

1. Perihal Karya, aku ingin di tahun ini ada tiga karya yang berhasil terbit–baik melalui penerbit indie atau pun Mayor.

2. Perihal Akademik, aku ingin skripsiku selesai, atau kalau pun belum, moga sudah hampir selesai.

3. Perihal Bisnis, aku ingin punya satu bisnis yang cukup untuk membiayai hidupku sendiri, akademik, dan kebutuhan yang lain.

4. Perihal Orang tua dan keluarga, aku ingin mengabdi dengan sebaik-baiknya. Aku ingin bersama mereka di jalan dakwah, berjuang bersama.

5. Perihal dakwah, aku ingin menjadi seorang pembelajar yang kuat dan istiqomah. Aku ingin menjadi orang yang mampu menginspirasi banyak orang. Moga ilmu yang kupunya adalah bekal yang mampu menjadi jariyah untukku kelak.

5. Perihal kamu, menjadi pantas dan siap adalah langkah awalku untuk menjemputmu di tahun yang akan datang. Aku berdoa di April berikutnya moga tanganmu sudah boleh kugenggam dan kubawa pulang.

Barangkali itu beberapa komitmen yang ingin aku genggam seerat-eratnya di tahun ini. Kemudian aku ingin kelak menyambutnya dengan riang sebab perlahan semua itu mulai terwujud satu per satu.

Kepada siapapun kau yang membaca mimpi-mimpiku ini, aku butuh doa dan dukunganmu.

Moga semua mimpimu yang terbaik juga akan terwujud di tahun ini. Aamiin.

Bismillah,
Aku berlari …

@agoytama

Malang, 10 April 2017 | di suffah al-Ghifari

#agoytama
#perjalananrasa
#TentangAprilyangMenunggu
#10April

SEMESTA RASA

Kau dan aku barangkali adalah desah angin malam yang mengawal rasa menuju semesta. Kau membelainya dengan mesra. Aku menuntunnya dengan cinta.

Kita pernah tinggal di semesta rasa yang sama. Kita pernah berjelajah jauh mencari dan menyusuri makna juga arti cinta sesungguhnya. Kita pernah berada di titik yang sama. Tetapi, terkadang hati kita tak selalu sama. Ada perbedaan di antara kita.

Ruang rasa adalah semacam semesta rasa yang tak terjamah oleh kita. Kau dan aku boleh jadi akan menginap lama jika mungkin ruangnya terbuka. Sayangnya kita terlalu keras kepala dengan pilihan masing-masing. Kau memilih untuk pergi di suatu malam. Kau menghilang di kegelapan. Sementara aku memilih untuk diam, sendiri, mengenang, dan larut dalam bait-bait puisi kelam. Aku akan memuntahkan segala rasa yang pernah ada di antara kita.

Sebab, barangkali meluapkan kelam kenang silam adalah semacam mengeluarkan dahak dalam tenggorokan. Mencoba membebaskan langkah dan melegakan rasa.

Kau dan aku mesra bagai awan dan hujan; merasa hiasi langit, suburkan bumi. Tetapi, terlambat menyadari bahwa hakikatnya saling meniadai.

Ruang rasa; semesta rasa yang tak terjamah oleh kita.

Agoy Tama

Malang, 23 September 2016 | 00:20 dini hari.

*Video Visualisasi: selengkapnya klik di Bio IG @ruangrasa atau kunjungi Youtube Ruang Rasa.

PENCARIAN: KITA ADALAH GENAP

Barangkali aku belum menemukanmu di satu waktu yang terencana. Aku belum menemukanmu di satu tempat tertentu yang kita sepakati berdua–sekeluarga.

Aku belum mampu menatapmu begitu dalam. Seperti dua orang dewasa yang pantas dan siap untuk saling mendekap dan menggenap. Serupa Adam dan hawa yang mulanya ganjil dan kemudian genap.

Atau barangkali aku hanyalah ganjil yang menggigil di sudut waktu. Dan kamu adalah ganjil yang terus-menerus memanggil.

Namun, bukan karena aku tak mau menjawab panggilanmu; dan bukan maksudku tak mau bersegera menjemputmu.

Hanya saja tersebab kaki yang belum mampu tegap berdiri; tersebab tangan yang belum kuat mengepal; dan boleh jadi karena nafas yang masih seringkali tersengal.

Aku butuh waktu untuk mengokohkan langkah. Aku butuh waktu untuk menegapkan raga. Aku butuh waktu untuk mengeraskan kepal tangan. Aku butuh waktu untuk melatih nafas dan menguatkan jiwa. Aku butuh waktu.
·
Dan perlu kau tahu, bahwa kebutuhan terhadap waktu bukanlah tanda dari ketidakyakinanku terhadap rezeki Tuhan.

Hanya saja aku tidak mau ketika nanti membangun rumah tangga denganmu; kita berkali-kali harus jatuh dan mengulang lagi dari pondasi awal–dan begitu seterusnya: tak pernah kokoh terbangun.

Aku berikhtiar di sepanjang waktu ini untuk kesiapan dan kepantasan juga keberanian; tatkala nanti tiba kau kujemput, kudekap, dan kau genapkan aku di satu tempat dan satu waktu yang terencana oleh kita berdua.

Hingga akhirnya kita berjuang untuk membangun rumah yang nyaman, penuh berkah, dan juga kokoh dari apa pun yang mencoba membadai-melumpuhkan kita.

Aku harap kau mengerti dalam harap. Jangan lelah mengharap; sebab yakinlah suatu saat nanti semuanya akan terjawab.

Suatu saat nanti kita adalah genap yang saling mendekap.

Kita adalah genap.

Agoy Tama

Malang, 09/02/2017

“Jika tak ingin hilang dan lenyap begitu saja, maka berkaryalah!”

AGOY TAMA, lahir 10 April, di Kota Malang. CEO Ruangrasa Project. Penggagas akun Instagram @ruangrasa. Penyuka Sastra. Perindu Surga. Seorang Mahasiswa di salah satu Universitas Negeri di Kota Malang bidang Bahasa dan Sastra. Tak hanya menulis, ia merangkap sebagai designer di @logofilosofis. “Mengubah ide atau gagasan menjadi amal jariyah lewat perbuatan, lisan maupun tulisan,” adalah motto hidupnya.

IMG_1083

Buku yang pernah ditulisnya adalah Hujan Cinta – Puisi, Prosa, dan Cerita (2017), Yang Akan Tiba  – Kumpulan Prosa (2018). Karya-karya tersebut bisa dipesan melalui Official akun Instagram @ruangrasaproject atau Whatsapp 0857-3648-8604.

IMG_0094

Sambung rasa dengan Agoy Tama